Teridentifikasi

Nama Komunitas Beneik
Propinsi Papua
Kabupaten/Kota JAYAPURA
Kecamatan Unurum Guay
Desa Beneik

Kebijakan

No Judul/Title Produk Hukum Kategori Tipe Kategori Tentang Dokumen
Peta Lokasi Wilayah Adat Perbesaran dengan Mousescroll

Kewilayah Adat

Luas 19.345 Ha
Satuan Beneik.
Kondisi Fisik Pegunungan,Perbukitan,Dataran,Perairan
Batas Barat Berbatasan dengan wilayah adat kampung Boasom/Garusa, Distrik..........Titik batas:
Batas Selatan Berbatasan dengan wilayah adat kampung
Batas Timur Berbatasan dengan wilayah adat
Batas Utara Berbatasan dengan wilayah adat kampung Garua

Kependudukan

Jumlah KK 270
Jumlah Laki-laki 180
Jumlah Perempuan 193
Mata Pencaharian utama Berburu, meramu, berkebun, buruh dan PNS

Sejarah Singkat Masyarakat adat

Pada Tahun 1932-1944 pemerintaan Kolonial Belanda (Netherland) menduduki wilyah Orya. Pada waktu masuk nya Belanda, Kampung Beneik belum terbentuk menjadi wilayah Kampung. Masing masing marga masi berdomisili (bertempat tinggal) pada tiga wilayah adat suku komunitas yang kini adalah kampung tua, yaitu Bengkareng, Nimbontong dan Jik. Marga Yambe, Ters, Meigar dan Sobor menempati kampung tua Bengkareng. Marga Sawa, Gorto dan Guakan menempati kampung tua Nimbontong. Marga Sasbe, Yambe dan Sobor menempati kampung tua Jik.
Menurut sebaran suku/klan/marga, marga pertama yang menempati ketiga wilayah adat suku komunitas adalah marga Sawa. Kemudian lahirlah marga-marga yang lainnya yaitu, Gorto, Guakan, Yambe, Sasbe, Sobor dan kemudian Yandu yang merupakan keponakan. Setelah wilayah ini didiami oleh tiga komunitas suku adat, pelayanan lebih banyak dilakukan oleh penginjil dan pemerintahan Belanda. Di masa pemerintahan Belanda, mereka menerapkan system pemerintahan yang dikenal dengan sebutan Korano (pemerintahan setingkat kepala kampung). Korano pertama adalah Yance Sobor.

Di tahun 1952 Pekabaran Injil mulai masuk di wilayah adat suku Orya, pada wilayah kampung tua Nombontong yang di bawa oleh guru penginjil Barnabas Jufuway, berasal dari wilaya pesisir Distrik Depapre (orang Tanah mera). Kemudian pada Tahun 1974 mendirikan suatu sekolah di wilayah adat suku komunitas Nimbontong dengan nama sekola huruf buta.

Pada tahun 1976-1977 terbentuklah wilayah administrasi pemerintahan Kampung Beneik yang terdiri dari tiga wilayah adat suku komunitas yaitu Bengkareng, Nimbontong dan Jik. Hal ini sehingga nama kampung Beneik (Bengkareng, Nimbontong dan Jik) merupakan singkatan dari tiga wilayah adat suku komunitas tersebut. Kepala kampung pertama Yance Sobor, kemduian kepala kampung kedua Yakobus Wouw, Kepala kampung ketiga di jabat oleh Petrus Sawa dan Kepala kampung keempat (saat ini) di jabat oleh Toni Sawa.
Yance Sobor menjabat kepala kampung selama 25 tahun (1977-2002), Yakobus Wouw menjabat kepala kampung selama satu periode (2002 - 2007), Petrus Sawa menjabat Kepala kampung selama dua periode (2007 - 2017) dan Toni Sawa menjabat Kepala Kampung Beneik setelah 2017 hingga saat ini.

Diketahui juga bahwa masyarakat suku orya, wilayah adat kampung Beneik mempunyai hukum adat yang berkaitan dengan Hak katas Tanah. Diantaranya adalah tanah bayar kepala, tanah hiba, tanah penganti maskawin karena perkawinan serta tanah warisan. Masyarakat adat Orya di Kampung Beneik, secara adat membenarkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai istiadat sebagai hukum yang di junjung tinggi dalam kehidupan beradat.

Hak atas tanah dan pengelolaan Wilayah

 Eik, merupakan areal hutan yang difungsikan sebagai hutan lindung, hutan yang di ambil manfaat secara terbatas, tempat keramat (Kampung Tua), tempat berburu dan area kebun dikemudian hari. Eit ( Hutan ) dilindungi karena tempat berkembang biak satua Seperti hewan, Kwaki ( Kangguru), Batem ( Mambrub), Inger ( Cendrawasi), Komal ( Tahun Tahun) Eyak ( Yakob) Weang (Nuri Pintar) ( Rusa) Kaita ( Soa Soa) Kwalsa ( Cecak kecil) Bargwe ( Kaka Tua Raja) Buya ( Garuda ) Nyiar ( kaka Tua Raja Hijau) Lekan ( Kaka Tua Raja Mera) Gaumula ( Kum Kum) , Anawan ( Kekok) Dek ( Beo neas ) Aibin ( Burung Intel ) Buentian ( Walet) sruereng ( Nuri Jenis Bodo) Tien ( Nuri bodo Hijau) Kaoka ( Beo ) Bweng ( Burung Setan) , Uburl ( Pombo) dan berbagai jenis hewan lain seperti Gwee (Babi) Dugwa ( Kasuari) Gwalik ( Lao lao) Kwaki ( Kangguru) Kaita ( Soa Soa) Jomoa (Ayam Hutan) Ublirlum ( Tikus Air ) Boge ( Ular Bodo) Masibun ( Ular Hidung Hitam/ Ular Jahat ) Tabla ( jenis Ular Sawa) Wis ( Ular Mono) Sikwen ( Ular Patola Pohon ) Beter ( Ular Di Sagu) Eewak ( Ular Geta) Meykal blerum ( Ular Mera) Kwalu ( Tikus Tanah) Oswep ( tikus tanah ) Tweran ( Kus Kus Pohon), Keehil ( Kus kus Tanah) Mahli ( Kelawar besar) Ewes ( Kelelawar Sedang yadau) Sranta ( Kelawar Jenis Sedang) Munten ( Kelewawar Jenis Kecil Tabeyan) Wiji ( Burung Pagi ) Bwenola ( Burung Siang) Auhu ( Cacing ) Komalhal ( Semut Mera Besar) Mrlo mrlo ( Semut Kuning) Umbul Kakak ( Lalat Biru) San ( Nyamuk) Laleng ( Agas Tabeyan) Mawauku ( Kupu Kupu).

 Nga, merupakan area kebun yang di garap masyarakat adat. Beberapa tanaman yang di budidaya diantara nya Gwaha (Pisang) , Dwaka (Pisang Asli) Syakla ( Pisang Asli), Tosram ( Pisang Asli) ,Mulkwan ( jagung) Yera ( Kelapa) Bui ( Pisang Abu abu) Gwaha kal kal ( Pisang Mera),Gwip ( Umbi Umbian Lokal), Seger ( betatas), Jetom ( Sayur Lilin) Kum ( Pinang) ,Kola ( Tebu).

 Len Ausu, merupakan areal dusun sagu yang di fungsikan sebagai budidya tanaman sagu tempat berburu dan kelola.

 E, Merupakan area tempat tinggal yang di fungsikan sebagai pemukiman. Adapun pekarangan rumah yang dimanfaatkan untuk menanam: Jetom (Sayuran Lilin ), Bagal ( Gedi), Sayur Kacang , Gwuha ( pisang), Waling ( Pinang), Wangger ( Siri), Kola ( Tebu), Kasbi.

 Wea, merupakan area aliran kali atau sungai yang di fungsikan sebagai tempat mencari ikan sebagai sumber makanan pokok, dan mengambil bahan material berupa batu, pasir, dan lain-lain.

 Hogutu/Weya gutu: Danau/telaga atau rawa. Dalam telaga ini terdapat bermacam-macam jenis ikan dan mempunyai cerita menarik karena burung cenderawasih sering datang dan bermain disekitaran danau atau telaga tersebut.

 Lanausu: Dusun sagu
 Ngadra: Bekas kebun
 Kama: Tanah dibagi berdasarkan masing-masing suku atau bersifat komunal
 Weyanoe: Mata air
 
 Pada Sistem kepemimpinan Mambi, E’ Bina dan Zibina, seluru wilayah sepenunya di bawa kekuasaa Mambi, sebagai orang pertama. Kekuasaan yang berada pada Mambi merupakan fungsi utama sebagai seorang pemimpin tertinggi dalam struktur masyarakat adat yang berperan untuk melindungi dan mengayomi masyarakat yang berada pada wilaya kekuasaanya. Namun kekuasan E’ Bina tidak mempertegas dia pemilik tunggal atas sumber daya alam. Semua tanah telah dibagi habis kepada masing klen/marga yang di atur secara adat. Dan masing masing klan/marga telah memiliki wilaya kekuasaan nya sendiri, dimana tidak bisa diluar dari klan/marga menggarap lahan yang suda menjadi bagian dari klan/marga pemilik hak ulayat.

 Tanah-tanah ulayat di areal Eit ( hutan), Wea (Kali/sungai), dan Len Ausu ( Dusun Sagu) diimiliki hak nya secara komunal oleh masing masing klan/marga.

 Adapun tanah-tanah ulayat di areal Nga ( kebun), dan E ( pemukiman) telah di atur peruntukanya untuk masing masing klan/marga yang hidup di E, memiliki hak penguasaan secara fisik diampu secara kolektif marga maupun oleh individu, yaitu masing- masing keluarga Inti marga.

 Jenis Hak Atas Tanah, terbagi dalam hak dasar, hak kuasa dan peminda halian hak atas tanah.

a) Hak Dasar
Hak Dasar adalah hak atas suatu objek tanah ulayat yang diperoleh karena pihak pertama yang menguasai tanah tersebut dimasa lalu. Hak dasar hanya bisa berpinda apa bilah keturunan dari orang pertama yang menguasai tanah tersebut telah habis atau tidak ada keturunan.
 Dalam tanah warisan yang paling berhak atas tanah adalah anak laki-laki.
 Keturunan Perempuan juga memiliki hak namun tidak sama dengan laki laki.

b) Hak Kuasa
Hak penguasaan adalah hak yang diperoleh dari pemegang hak dasar untuk menguasai secara fisik atas suatu tanah ulayat.
 Adanya perkawinan kedalam klan/marga pemilik hak dasar.
 Adanya peminda halian seperti pemberian karena keponakan.
 Adanya peminda halian seperti sewa dan lain-lain
 Proses pemberian hak kepada pihak lain atau marga lain karena ia tidak memiliki tanah.

Hak Menguasai dapat dimiliki sementara sesuai kesepakatan dalam konteks sewa, dll ,juga dapat berlaku seterusny a dan diwariskan kepada anak cucu. ( jika Kawin kedalam).

c) Hak peminda halian Hak atas Tanah
Masyarakat Beneik mempunyai beberpa tatacara untuk dapat memperoleh hak kuasa atas tanah yaitu:
 Kuasa yang diberikan ke pihak marga lain oleh karena hubungan perkawinan/kawin mengawin kedalam.
 Kuasa yang diberikan ke pihak marga lain oleh karena menang perang bersama klan/marga pemilik hak dasar di masa lalu.
 Kuasa yang diberikan ke pihak marga lain karena pembayaran kepala yaitu tanah yang diberikan kepada keluarga korban sebagai tanda perdamaian.
 Kuasa yang diberikan berupa hiba karena tidak memiliki tanah atau memiliki hubungan kekeluargaan dalam garis keturunan dari saudara perempuan yang kawin keluar.
 Hak waris kepada laki-laki.
 Hak waris kepada perempuan (Tempat cari makan/berkebun).

Hak kuasa atas suatu tanah dapat dipindah alikan melalui pwarisan kepada keturunan dan pemindahalian lain sesuai kesepakatan secara adat.

Sistem Pengelolaan wilayah adat

 Eit ( hutan ) : pada wilaya hutan pengambilan manfaat hasil hutan dibagian marga masing-masing, baik itu kayu maupun manfaat lainya. Berburu di areal Eit dapat dilakukan secara sendiri sendiri dan dapat dilakukan juga secara kelompok hewan di buru antara lain Gwee (Babi), Dugwa ( Kasuari), Gwalik ( Lao lao), Kwaki ( Kangguru) ,Kaita ( Soa Soa), Jomoa (Ayam Hutan).

 Len Ausu ( Dusun Sagu) :pada Wilaya dusun sagu dimanfaatkan dan memelihara tanaman sagu berdasarkan marga masing-masing.

 Nga(Kebun):pada wilaya kebun dikelola dengan cara digarap, dirawat, dan diambil manfaatnya. Tanaman yang di garap antara lain Gwaha ( Pisang ) , Dwaka ( Pisang Asli) Syakla ( Pisang Asli), Tosram ( Pisang Asli) ,Mulkwan ( jagung) Yera ( Kelapa) Bui ( Pisang Abu abu) Gwaha kal kal ( Pisang Mera),Gwip ( Umbi Umbian Lokal), Seger ( betatas), Jetom ( Sayur Lilin) Kum ( Pinang) ,Kola ( Tebu) Mabsi ( ubi Jalar)Jitan ( Akar Tuba),beinala ( roko Daun), Aptio (Kano kano Anak Panah),Nokwa ( Bambu Jenis Besar).
Menggarap nga (kebun) berarti akan memiliki hasil dari tanaman, sehingga diperlukan izin dari pemilik tanaman apabila ada pihak lain yang ingin mengambil hasil dari nga (kebun) tersebut.

 Wea ( Sungai) Pada wilaya sungai atau kali dipelihara dan sebagai tempat mencari ikan.

 E ( Pemukiman): Pada wilaya pemukiman digarap klan marga pemilik areal dengan menanam tanaman seperti: Jetom (Sayuran Lilin ), Bagal ( Gedi), Sayur Kacang , Gwuha ( pisang), Waling ( Pinang), Wangger ( Siri), Kola ( Tebu), Kasbi.

 

Kelembagaan Adat

Nama E’ Bina - Kamabina
Struktur 1. Mambi (Orang Pertama) 2. E’ Bina Kepala Suku/Pemimpin Kampung 3. Zibina (Kepala Suku Klan/Marga) 4. Anggota Marga
 Mambi (Orang Pertama)
Mambi merupakan orang pertama selaku pemilik kuasa hak dasar atas tanah adat suku. Ia berhak membagi tanah untuk dipakai maupun milik. Ia berperan untuk membagi tanah kepada orang kedua atau klan/marga lainnya yang datang setelah dirinya di tanah tersebut.

 Ee Bina (Kepala Suku atau pemimpin kampung).
E’ Bina merupakan kepala pemerintahan adat kampung. Ia memiliki hak secara politik untuk mengatur, mengupayakan kesejateraan dan keamanan bagi masyarakat adat. Ia memiliki kemampuan dalam berperang serta berburu. Selain itu, ia juga menguasai cerita sejara dalam hal batas batas tanah adat di dalam kampung maupun dengan kampung tetangga. Ia dipili berdasarkan ketentuan Mambi karena dianggap mampuh menjalankan tugas dan fungsi lainnya untuk:

 Mengatur, merangkul dan menjaga masyarakat adat kampung Beneik.
 Memberi perlindungan dan makan kepada masyarakat yang lemah seperti anak yatim/yatim piatu dan janda maupun duda.
 Berperan penting untuk menyelesaikan masalah-masalah atau konflik antara Kama bina yang tidak terselesaikan, agar adanya perdamaian atau penyelesaian konflik tersebut di wilayah adat kampung Beneik.
 Melindungi masyarakat dari serangan musu
 Memimpin peperintahan adat.

 Zibina (Kepala sub suku marga di dalam kampung).
Zibiina merupakan kepala dari masing masing sub suku/klan/marga yang berada di dalam kampung. Ia berperan sebagai penghubung antara masyarakat dengan dirinya, E’Bina, Mambi serta pihak lainya. Ia memiliki hak untuk mengatur pada tingkatan marga di dalam kampung. Ia dipili berdasarkan hak kesulungan yang dimiliki oleh Zibina ( Garis Keturunan Zibina). Tugas dan fungsi lainnya yang dipegang, ialah:

 Membantu Ee Bina menyelesaikan masalah persinaan, perang dan lain-lain.
 Berperan menyelesaikan masalah atau konflik bersama di tingkat Kama Bina, agar adanya perdamaian atau penyelesaian konflik tersebut di internal Zibina itu.
 Berperan aktif sebagai “Kihom baa ben” (pemberi nasehat kehidupan berdasarkan aturan adat yang berlaku).
 Berperan aktif untuk menjaga dan melindugi hutan adat, tanah adat dan sumber daya alam yang ada di wilayah adat suku kampung Beneik.
 Mengawasi dan melindungi masyarakat yang di pimpin.
 
 Mekanisme pengambilan keputusan di masyarakat adat kampung Beneik bersifat keterbukaan dan kekeluargaan.

 Pengambilan keputusan penyelesaian masalah oleh seorang Ee Bina dan Kama Bina tidak bisa diwakili atau digantikan oleh siapa pun. Sehingga jika ada masalah di tingkat Kama Bina atau masyarakat adat tidak bisa diselesaikan hingga adanya keterlibatan/kehadiran E’ Bina dan semua Kama Bina yang ada di kampung Beneik

 Tisbi Gol. Tisbi Gol Merupakan istila yang digunakan untuk musyawara pengambilan keputusan jika terjadi suatu konflik di dalam kampung maupun dengan kampung tetangga atau pertemuan pertemuan adat lain nya ( pengangkatan Kama Bina atau E’ Bina) akan di musyawarakan di Tisbi Gol untuk pengambilan keputusan. Tisbi sendiri merupakan nama dari Pondok Adat nomor satu Suku Orya
 

Hukum Adat

Sistim pengelolaan wilayah adat yang dianut oleh masyarakat adat Orya di kampong Beneik dipercayakan kepada E’ Bina dan Kama Bina untuk mengatur tanah-tanah warisan dari nene moyang pada masing-masing marga, sebab batas wilayah dari setiap marga diketahui oleh masing-masing marga dengan batas-batas alam seperti kali/sungai/bukit dan pohon-pohon yang secara alami dan disepakati antar marga sebagai batas-batas kepemilikan wilayah. Sedangkan pengelolaan sumber daya alam di wilayah masing-masing margapun telah dipahami dan disepakati secara adat agar masing-masing marga akan mengelola hasil Eit ( hutan) atau sumber daya alam lainnya dari pada wilayah adatnya.

Berikut aturan adat yang berlaku yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah adat dan sumber daya alam:

 Berkebun harus di tanah milik suku/marga/keret masing-masing. Suku/marga/keret lain tidak boleh membuat kebun di tanah yang bukan milik suku/marga/keretnya.

 Seorang yang bukan bagian dari marga pengampu hak milik tidak boleh berburu pada hutan suku/marga/keret milik marga lain tampa izin.

 Dilarang berhaktifitas di tanah yang bukan hak nya, apa bilah di langgar maka akan di sumpah.

 Seorang dilarang memotong atau menebang kayu atau mengambil hasil Eit ( hutan) yang bukan hak nya tampa izin.

 Dilarang melanggar batas kebun, dusun sagu,atau areal tanah lain yang bukan hak nya.

Jika di temukan melanggar maka akan di bawa ke tisbi untuk diselesaikan secara adat jika yang bersangkutan melanggar dan tidak mematuhi serta mendiamkan nya maka akan disumpa dan mati.

 
Pada suku Orya di kampung Beneik Keputusan sanksi adat itu masih berlaku untuk menjaga keberlangsungan sosial ( kebersaman). terutama aturan tentang pembunuhan dan perzinaan.

 Pembunuhan
Pembunuhan Yang dilakukan seorang kepada yang lain, biasanya tuntutanya adalah sebagai berikut:

 Bayar Dengan Tanah. Pembayaran dengan tanah sebagai bagian dari sanksi adat yang terpenting dalam perdamaian kedua belah pihak korban dan pelaku ( bayar kepala).

 Bayar Dengan Perempuan. Pembayaran dengan perempuan sebagai bagian dari sangsi adat yang terpenting dalam perdamaian kedua belah pihak Pihak korban dan pelaku yaitu pihak pelaku menyerakan seorang perempuan dari keluarga yang bersangkutan untuk di kawinkan dengan keluarga korban dengan tujuan dapat mengantikan jiwa yang dibunuh dengan melahirkan jiwa yang baru lewat perkawinan.

 Bayar dengan anak Kecil ( Anak Usia Dini). Pembayaran dengan anak kecil ( Anak usia Dini) sebagai bagian dari sangsi adat yang terpenting dalam perdamaian kedua belah bihak Korban dan pelaku yaitu pihak pelaku menyerakan anak usia dini dari pihak keluarga pelaku kepada pihak keluarga korban pihak korban akan menerima dan membuat pilihan apaka anak yang di serakan tersebut akan di pelihara sebagai pengaganti nyawa yang telah di bunuh atau dibunu langsung sebagai ganti nyawa yang telah di hilangkan.

 Perzinaan
Perzinaan Yang dilakukan seorang dengan Istri Orang lain Maupun Seorang Laki –laki dan perempuan muda mudi, maka akan di selesaikan di tisbi dengan dua cara yaitu:

 Pelaku perzinaan laki-laki dan perempuan akan di ti kam dengan tulang kasuari atau di panah menggunakan jubi pada bagian paha dari laki baik kepada laki-laki maupun perempuan pelaku perzinaan.

 Pelaku Perzinaan Laki-laki dan perempuan akan di tikam menggunakan tulang kasuari pada bagian paha dari kaki, baik kepada laki- laki maupun perempuan pelaku perzinaan.

 Pelaku perzinaan laki-laki dan perempuan jika mereka adalah pasangan muda mudi (anak muda) maka akan di kawinkan jika di sepakati keluarga kedua belah pihak jika tidak akan di panah atau di tikam juga sesuai dengan sangsi Perzinaan.

 
Dalam suku Orya, Kampung Beneik sistem peradilan adat satu paket dengan hükum adat. Hükum Adat bagi suku Orya di Kampung Beneik disebut kihombaben (nasehat/larangan/tidak boleh). Suku Orya di Kampung Beneik mengenal sejumlah larangan dengan sanksi apabila terjadi pelanggaran. Contohnya:

“Penyerahan tanah hak ulayat dari marga Sawa (Zet Sawa) ke keluarga Waisimon di Kampung Omfrof, karena terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh marga sawa pada saat perang suku sebelum masuknya pemerintahan administrasi kampung di wilayah adat Nimbontong kalah itu
 

Keanekaragaman Hayati

Jenis Ekosistem
Ekosistem Darat Alami
Sumber  
Sumber Pangan  Sumber Karbohidrat : Jenis umbi-umbian: Keladi (Enggles), Bete (Gwib/Buge), Pohon Sagu (Len), Sagu/isi Sagu (Dobe/Dobe ase), Pisang (Gwaha), Petatas (Sabaklwa), kasbi, Kelapa (Yera).  Sumber Protein Hewani  Jenis ikan: Ikan Sembilan (Baleh), Ikan Bolana (Bulame), Udang (Tehko), Kepiting (Kaulum), Belut (Holeh/tulih), Mujair (Bulame), Lele (Leh Leh), Gastor.  Jenis daging: Lau-lau Pohon (Kwaki), Lau-lau tanah (Mongle), Babi (Gweh), Cendrawasih (Inger), Kakatua putih (Balgwe), Kakatua Hitam (Eyak), Kelelawar (Mau/Mahli), Nuri besar (Swereng), Nuri kecil (sring), Kum-Kum (Gaumula), Kus-Kus (Tweran/Kimipo), Tikus Tanah (Osyep), Mambruk (Batem), Maleo (Janggan), Soa-Soa (Keitah), Soa-Soa Kali (Hun), Soa-Soa Darat (Thema Hogwa), Maleo Besar (Syak), Maleo Sedang (Kobwake).   Protein Nabati Jenis kacang: Kacang Tanah (Kwisih), Kacang Panjang (Kahal), Jagung (Miruh).  Vitamin Sayuran : Jenis sayur-sayuran: Genemo (Gwas), Sayur Lilin (Jetom), Sayur Gedi (Bagal), Sayur Bayam (Ngap ngap), Bayam Merah (Kal Kal), Jantung Pisang (gwahato), Pakis Sagu (Gwatyoh), 4 jenis Sayur Pakis dari Eit (hutan) yakni Walro, Kwabiya, Kwakat, Orja.  Vitamin Buah : Buah-buahan (Tetandan): Matoa (Deihwa), Sukun (Wangah), Kelapa (Yehra), Mangga (Kwiwe), Tebu (Kolah), Pinang (Waleng), Sirih (Wanggir), Buah Merah (Deiwa), Nangka, Durian, Langsat, Kakao, Duku, Rambutan.
Sumber Kesehatan & Kecantikan  Daun Gatal (Au lu): Au lu digunakan untuk menyembuhkan belakang sakit, kaki sakit akibat jalan jauh, badan sakit (pegal-pegal), demam, malaria, bengkak karena gigitan serangga, urut perut perempuan hamil yang mau melahirkan agar tidak sakit pada saat persalinan.  Daun Rokok (Sraak): Sraak digunakan untuk menggulung tembakau (rokok daun/Sabwan alah), yang juga bermanfaat untuk menyembuhkan gigi yang sakit saat merokok.  Daun Siri (Wangir alah): Digunakan untuk pengobatan sakit gigi. Namun sering kali digunakan dengan cara makan siri - pinang (Heng Tabin).  Heng Tabin atau makan siri-pinang, dimana piang (Walen) dikunya dengan siri (Wangir) yang sudah dicelup dengan kapur, lalu dimakan hingga merah di mulut dan air ludahnya dibuang. Bahkan selain menyembuhkan gigi yang sakit, masyarakat adat Nandalzi juga menjadikan Heng Tabin sebagai bahan kontak sosial yang telah menjadi tradisi seperti di wilayah Papua pada umumnya.  Kulit Kayu Osyah: Osyah digunakan untuk menyembuhkan luka. Cara pemakaian, dimana Osyah ditumbuk hingga hancur dan dibubuhkan ke luka.  Daun Isap Darah Mati (Saraak): Saraak digunakan untuk mengeluarkan darah mati pada tubuh yang terbentur berat akibat jatuh; Digunakan untuk mengkeluarkan darah mati (darah kotor) pada perempuan melahirkan yang mengalami pendaraan sebelum atau selelah melahirkan. Cara menggunakan, dimana Saraak ditempel pada tubuh yang sakit lalu ditaburi kapur dan dilakukan porses isap darah mati oleh orang khusus.  Mandi Uap (Teara weya sasal): Teara weya sasal digunakan untuk penyembuhan sakit malaria, demam tinggi dan untuk air mandi bagi perempuan yang baru selesai melahirkan. Teara Weya sasal terdiri dari jenis dedaunan khusus seperti daun giawas, daun jeruk (wesyor), daun siri (Wangir alah), daun to bwer, daun Sas ban nara, dan daun ai rikin.  Minyak kelapa (Yera): Yera digunakan untuk menyuburkan rambut dan kecantikan rambut (khususnya perempuan), terutama untuk menghaluskan rambut yang lebat dan panjang agar terlihat hitam dan berkilau. -
Papan dan Bahan Infrastruktur  Pohon kayu besi (Dewal): Dewal digunakan untuk dasar tiang ruma pada saat awal membangun rumah (Gol). Selain Dewal untuk tiang rumah, masyarakat adat kampung Beneik juga sering menggunakan beberapa jenis kayu keras dihutan untuk pengganti Dewal, yakni Kayu Guuk, Thihin, Bwaak, Kaseh, Sebwer, Dewal, Gwesol Gwesyol dan Kayu Diss.  Pohon kayu Byane, Nolen, Maul mul, Srak Ngalam, Malen, Lwes, Halsing dan Pohon kayu Situbu: Digunakan untuk tiang kerangka rumah, baik itu untuk tiang pembagi badan rumah maupun tiang bubungan atap rumah.  Tali Rotan (Gottokot): Gottokot digunakan untuk mengikat tiang kerangka rumah dengan dasar tiang rumah, maupun juga untuk mengikat daun atap rumah dengan tiang kerangka bubungan atap rumah. Selain Gottokot, masyarakat adat kampung Beneik juga sering menggunakan jenis tali khusus tertentu sebagai pengganti Gottokot untuk tali pengikat tiang kerangka rumah dan sebagainya. Tali khusus tersebut dengan bahasa daerah, disebut ‘Bailim’.  Daun Sagu (Len alla): Len alla digunakan untuk membuat ‘atap rumah (Klaun)’. Selain Len alla, jenis daun hutan khusus lainnya dengan sebutan bahasa daerah, yakni ‘Busul alla’, Jaba alla’, dan ‘Sihin alla’ digunakan juga untuk membuat atap rumah. Ketiga jenis daun ini sering digunakan oleh masyarakat adat kampung Beneik sebagai bahan atap rumah ketika hendak berburuh atau berkebun, namun jauh dari Len (Pohon Sagu.  Pelepa Sagu atau biasa disebut Gabah Gering (Kuh): Kuh digunakan sebagai dinding rumah.  Pohon Nibon (Yuh):Yuh digunakan untuk lantai rumah (Anal).
Sumber Sandang  Noken Adat (Bae): Bae terbuat dari pelepa pohon nibon dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mengangkut barang, mengisi makanan dan menimba air. Ada tiga (3) macam jenis Bae yang dibuat sesuai fungsinya. Pertama, Bae dengan jenis ukuran besar disebut Yuu (Digunakan untuk mengisi kayu bakar dari hutan, mengisi hasil kebun, mengisi daging buruan dan mengisi isi sagu (Dobe ase) yang dialas dengan kulit kayu khusus (Nggik); Kedua, Bae dengan jenis ukuran sedang disebut Korho (Digunakan untuk mengisi makanan yang siap saji, dan khususnya digunakan untuk memasak papeda (Bort); Ketiga, Bae dengan ukuran kecil disebut Brome (Digunakan untuk tiba-timba, baik itu untuk menimba air pada saat kebutuhan meramas sagu didusun, menimba air di kali/sumur dan juga untuk mengisi air garam (Hi) yang siap diisi ke bambu (Bulu). Proses pembuatan Bae akan menggunakan tulang kasuari (Dugran) yang sudah ditajamkan sebagai jarum jahit dan benangnya akan menggunakan tali rotan (Subun) yang sudah dihaluskan sesuai ukuran siap pakai.  Kulit Kayu Genemo (Gwas): Gwas digunakan untuk membuat noken gendongan (Boyam) yang mengisi pinang (Waleng), rokok daun (Sabwan allah), dan barang-barang penting lainnya. Selain itu, Gwassop juga digunakan untuk membuat noken gendongan anak (Gwassop).  Deyorl: Kulit kayu khusus yang digunakan untuk membuat pakaian adat (Niksop: Rok Perempuan, Beha Perempuan, baju Perempuan dan celana laki-laki).  Bulu Kasuari (Grang): Digunakan sebagai makota laki-laki dewasa yang dihias di bahu dengan cara menyisipnya pada gelang rotan yang dipakai terlebih dahulu pada bahu tersebut. Grang ini sering digunakan pada saat upacara adat atau pada saat perang.  Nig: Kulit kayu khusus yang digunakan untuk membuat topi adat (Mirisigi) setelah dihias dengan manik-manis (Mulgwan – mulgwan).  Burung Cendrawash/Makota Bulu Cendrawasih (Ingger/Ingger alla tautih): Merupakan makhota tertinggi yang dikenankan oleh seorang Ee Bina dan Kama Bina pada saat upacara adat.
Sumber Rempah-rempah & Bumbu  Gambli alah: Daun dari jenis tumbuhan kayu damar yang digunakan sebagai rempa-tempa pengharum makanan agar, khususnya untuk masak ikan dan daging.  Gwautumble alah: Daun sejenis tumbuhan lengkuas yang digunakan untuk bumbuh masakan yang berkuah.  Binam alah: Daun jenis Panily yang digunakan sebagai bumbuh pengawet dan pengharum makanan.  Kunyit (Jongga): Bumbuh masak yang digunakan sebagai pewarna pada masakan.  Serei (Hisasbwan): Bumbu masak yang digunakan untuk memasak ikan dan daging.  Hinue (Air Garam) Sumber Yodium
Sumber Pendapatan Ekonomi  Wirausaha: membuka kios, jualan pinang dan jualan hasil kebun ke pasar. Hasil kebun yang dijual ada waling (pinang), Sayur Lilin (Jetom), Dobe (sagu), Kwiwe (mangga), dan Gwuha (pisang).  Bekerja sebagai PNS, TNI, Polri dan karyawan Sawit (Buruh).