Penetapan

Nama Komunitas Syuglue Woi Yansu
Propinsi Papua
Kabupaten/Kota JAYAPURA
Kecamatan Kemtuk Gresi
Desa Pupehabu, Bring, Jagrang dan Hyansip

Kebijakan

No Judul/Title Produk Hukum Kategori Tipe Kategori Tentang Dokumen
1 SK Bupati Jayapura no 188.4/266 Tahun 2018 Tentang Pembentukan Tim Gugus Tugas Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura 188.4/266 Tahun 2018 SK Bupati/Kepala Daerah Daerah SK Bupati Jayapura no 188.4/266 Tahun 2018 Tentang Pembentukan Tim Gugus Tugas Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura 1684479328.pdf
2 2022 SK PENETAPAN KUSANG SYUGLUE WOI YANSU DISTRIK KEMTUK GRESI KAB JAYAPURA SK.8032/MENLHK-PSKL/ PKTHA/PSL. 1/10/2022 SK Menteri Nasional 2022 SK PENETAPAN KUSANG SYUGLUE WOI YANSU DISTRIK KEMTUK GRESI KAB JAYAPURA 1684479686.pdf
3 Perda Kab Jayapura no 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat 8 Tahun 2016 Perda Kabupaten/Kota Daerah Perda Kab Jayapura no 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat 1684479852.pdf
4 Perda Kabupaten Jayapura Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat 8 Tahun 2018 Perda Kabupaten/Kota Daerah Perda Kabupaten Jayapura Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat 1684479913.pdf
5 SK Bupati Jayapura Nomor 188.4/435 Tahun 2022 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat Sawoi Hnya Kampung Sawoi 188.4/435 Tahun 2022 SK Bupati/Kepala Daerah Daerah SK Bupati Jayapura Nomor 188.4/435 Tahun 2022 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat Sawoi Hnya Kampung Sawoi 1690255333.pdf
6 Perda Provinsi Papua No 5 Tahun 2022 Tentang PPMHA. di Provinsi Papua 5 Tahun 2022 Perda Provinsi Daerah Perda Provinsi Papua No 5 Tahun 2022 Tentang PPMHA. di Provinsi Papua 1696832230.pdf
7 Perda Provinsi Papua No 3 Tahun 2022 Tentang Kampung Adat 3 Tahun 2022 Perda Provinsi Daerah Perda Provinsi Papua No 3 Tahun 2022 Tentang Kampung Adat 1696832272.pdf
Peta Lokasi Wilayah Adat Perbesaran dengan Mousescroll

Kewilayah Adat

Luas 17.630 Ha
Satuan Kusang Syuglue Woi Yansu
Kondisi Fisik
Batas Barat Berbatasan dengan Kampung Bangai dan Klaisu, dengan tanda batas alam berupa sungai Nembu, sungai Ip, dan sungai Bluim.
Batas Selatan Berbatasan dengan wilayah adat Kampung Omon (Elseng) dengan tanda batas berupa sungai Gou, Siyagu, Yagui, Klang, dan Namtomi.
Batas Timur Berbatasan dengan Kampung Yanim dan Braso, dengan tanda batas alam berupa nama tempat, rumpun bambu, sungai, dan nama tanah.
Batas Utara Berbatasan dengan Kampung Sawoi (Kel. Hatib), Swentab, Ibub, Nembugresi, Damoikati dan Demetim, dengan tanda batas alam berupa sungai, pohon, bambu, dusun sagu, dan nama tempat/nama tanah.

Kependudukan

Jumlah KK 358
Jumlah Laki-laki 717
Jumlah Perempuan 689
Mata Pencaharian utama Petani, Pedagang, Swasta, dan PNS

Sejarah Singkat Masyarakat adat

Masyarakat adat di Kusang Syuglue Woi Yansu adalah orang-orang yang berasal dari sepuluh suku (marga) yang bermukim di sebentang tanah yang disebut Yansu. Kesepuluh suku itu adalah Mess, Nian, Elli, Mebri, Tabisu, Udam, Tegai, Samon, Yansip, Tapatkeding. Wilayah Yansu membentang dari Sungai Nembu di sebelah barat sampai ke Sungai Klang di sebelah timur, juga dari dataran Samkimdun tepi sungai Nembu sampai ke Bsob Wabu di sebelah utara hingga Sungai Yagui, Sungai Siyagui, dan Sungai Gou di sebelah selatan. Kesepuluh suku (marga) ini hidup berdampingan dan saling berinteraksi secara internal maupun eksternal kelompok mereka yakni dengan suku-suku lain di sekitarnya. Di masa lalu, masyarakat adat di Kusang Syuglue Woi Yansu mencari makan dengan cara menokok Dwotswa (sagu), meramu hasil hutan, berburu, dan mencari ikan di sungai.

Masyarakat adat di Kusang Syuglue Woi Yansu percaya bahwa leluhur mereka diciptakan oleh alam. Dikisahkan mula-mula masyarakat adat di Kusang Syuglue Woi Yansu hidup melewati dua fase: pertama, tercipta sebagai manusia yang belum sempurna yang terjadi di Kemim, dan kedua, menjadi manusia sempurna yang terjadi di Yansu.

Mereka juga meyakini “Woi Iram” sebagai dewa/tuhan pencipta alam semesta dengan simbol matahari. Mereka percaya “Woi Iram” selalu dapat melihat mereka pada siang dan malam hari. Kepercayaan itu berkembang dalam bentuk penyembahan dan ritual-ritual ke matahari. Konsep “Woi Iram” lantas dimanifestasikan ke dalam sistem kepemimpinan tradisional di mana pemimpin suku disebut sebagai “Iram”. Iram dimaknai sebagai “Orang yang berkedudukan paling tinggi, dan di atasnya hanya ada Woi Iram”.

Sejarah dan Pembentukan Struktur Adat

Dikisahkan di masa lalu, pada saat berkembang pemukiman di area dataran dan perbukitan di dekat sungai Bgitt’bu, Pon, Sgyut, dan Swensi yang disebut sebagai Kemim. Masyarakat adat saat itu dipimpin oleh seorang Iram bernama Wadiram yang mengontrol seluruh tanah adat.

Pada saat itu, kepemimpinan Wadiram dirasa tidak dapat menjawab kebutuhan masyarakat adat. Oleh karena itu, perwakilan dari masing-masing suku berkumpul untuk bermusyawarah mencari pemimpin baru mereka dalam sebuah Dumtru di sebuah tempat yang disebut dengan Hyawey atau Kampung Wey. Diputuskanlah beberapa hal penting terkait hal tersebut. Pertama, pembentukan lima struktural pemangku adat di tingkat suku yaitu Trang, Digno, Tegai, Bemey, dan Srom yang memiliki peran masing-masing dan diangkat berdasarkan urutan garis keturunan. Kedua, peran pemimpin dan pelindung masyarakat adat berpindah dari anak tersulung (Trang) ke anak kedua (Digno).

Setelah disepakati struktur dan mekanisme adat yang baru pelantikan pemimpin masyarakat adat dari 10 suku yang ada dilakukan. Pelantikan tersebut membuahkan beberapa hal yakni Wey Digno yang memimpin Hya Wey, Klitemung Digno, Iwon Digno, Busungay Digno, Yansu Digno, Ibub Digno, Sawoi Digno, Yanim Digno, Swayab Digno, dan Tabangkuwari Digno. Selain itu, pada saat itu disepakati pula struktural pemangku dari saudara-saudara Digno yang dilantik. Masing-masing Digno diberi mandat untuk melantik pimpinan dari suku-suku lain yang belum dilantik sebagai Digno.

Sejarah Pelantikan Pemimpin Adat

Diceritakan pergilah 5 Digno (Ibub, Yansu, Sawoi, Yanim dan Swayab) menuju ke arah timur sampai ke Yansu untuk melaksanakan Ulap/Siblung atau ritual pesta adat untuk pelantikan Iram yaitu Digno beserta keempat struktural lainnya secara lengkap. Turut ikut pula beberapa orang/pihak yang ditugaskan untuk menjadi pelaksana acara (panitia) yaitu Me Iram dari suku/marga Elly beserta para pembantunya. Pelantikan kelima struktur adat itu dilakukan melalui keputusan musyawarah adat dan disimbolkan dengan penyerahan harta budaya yaitu Nembu Kdong (daging babi), Naning (makanan tradisional), Siapu (Ubi Jalar), Uda (Tomako Batu), Ngoy (Manik-manik), dan Samon (Gelang Batu).

Pada saat agenda Ulap/Siblung itu berjalan, terjadi sebuah dinamika dalam menentukan Iram/Pemimpin dari lima Digno yang baru diangkat di Hya Wey. Oleh karena proses politik yang alot, pemilihan Iram/Pemimpin dari lima Digno batal dilakukan. Setelah itu, Me Iram mendelegasikan 5 struktur adat dari 5 kampung/Hnya itu untuk membentuk dan mengukuhkan lima struktur adat ke suku-suku lain yang tidak hadir di Hya Wey.

Bergabungnya Sepuluh Marga dalam Satu Wilayah Adat

Masyarakat adat setempat tidak bersedia menceritakan sejarah bergabungnya kesepuluh marga dalam satu wilayah adat dan siapa yang memiliki hak tenurial terbesar diantara mereka dipublikasikan ke publik. Sebab ada kepercayaan dalam kosmologi mereka jika cerita ini disebarluaskan ke publik maka sesuatu yang buruk akan terjadi kepada mereka. Namun secara umum kesepuluh marga ini bergabung karena adanya dinamika yang terjadi fluktuasi diantara mereka, lantas mereka bersepakat untuk mengidentifikasi diri sebagai satuan wilayah adat dengan sepuluh marga sebagai pengampu hak dasar karena ada relasi kultural yang dan kebudayaan yang dekat serta hubungan kekerabatan dan kawin mawin diantara mereka.

Sejarah Masuk dan Diterimanya Injil

Pada tahun 1923-1924 pekabaran Injil masuk di wilayah Nimboran (Genyem) melalui dua orang misionaris dari UVZ yang bernama Bijkerk dan Schneider yang ditemani oleh seorang rekan kerja dari Sarmi yang bernama De Naff. Masuknya Injil di Nimboran menyebar sampai ke wilayah Kusang Syuglue Woi Yansu dan berdampak pada perubahan sosial kebudayaan pada masyarakat. Salah satu dampak dari masuknya para misionaris tersebut yakni peralihan kepercayaan dari Woi Iram kepada Yesus sebagai juru selamat. Perubahan tersebut terjadi karena para tokoh adat percaya bahwa ajaran agama Kristen dengan 10 hukum/perintah Allah-nya sama dengan apa yang diajarkan oleh para leluhur. Seiring dengan perjalanan tersebut pemeluk agama kristen semakin berkembang dan membuat masyarakat di Wilayah Kusang Syuglue Woi Yansu menerima pembatisan.

Pengaruh Belanda

Pada zaman pemerintahan Belanda pada tahun 1898-1962 pemerintah Belanda membentuk Nederlandsch Nieuw Guinea (Papua). Pada 10 Mei 1952 Gubernur van Waardenburg mengadakan perubahan dalam pembagian wilayah menjadi 4 wilayah afdeeling dengan 20 wilayah onderafdeeling. Pembentukan onderafdeeling dilakukan oleh Belanda atas asumsi kesamaan budaya. Salah satu onderafdeeling yang dibentuk adalah onderafdeeling Nimboran. Di tahun 1927, pemerintah Belanda melakukan pendekatan dengan masyarakat adat yang ketika itu masih tinggal dan bermukim secara terpencar menurut asal-usul keluarga, kekerabatan dan klan. Pemerintah Hindia Belanda melalui petugas Distrik dan Polisi Landschap (landschap politie) mulai mengumpulkan masyarakat adat untuk membangun tempat pemukiman baru. Hal ini untuk memberikan kemudahan bagi pemerintah Hindia Belanda dalam mengawasi dan menjalankan sensus penduduk dan mengatur masyarakat dalam memberikan pelayanan. Pemerintah Hindia Belanda melalui sistem pemerintahannya mulai menunjuk perwakilan di tiap Kampung yang dianggap mempunyai kecakapan dalam bahasa melayu untuk menjadi Korano atau Kepala Kampung administratif. Di tahun 1961 wilayah administrasi NNG dibagi menjadi 6 wilayah afdeeling onderafdeeling Nimboran berada dibawah Afdeling Hollandia. Yansu merupakan bagian dari pemerintahan Onderafdeeling Nimboran yang kemudian dibagi lagi kedalam beberapa District yang dikepalai oleh Districthoofd atau Bestuur.

Pada masa transisi masuknya pemerintah Indonesia terjadi peristiwa memilukan bagi masyarakat adat di masa itu. Pada masa peralihan kekuasaan tersebut dari berbagai hasil wawancara para tokoh adat menyampaikan bahwa pada masa itu banyak diantara mereka yang mengalami kekerasan fisik dan psikis, hingga terjadi gejolak politik yang menyebabkan terjadinya operasi militer besar-besaran yang dikenal dengan Daerah Operasi Militer (DOM) Papua. Pada tahun 1960-an hingga 1980-an banyak perkampungan dibakar, dan dipaksa untuk menerima pemerintah Indonesia, operasi militer berlangsung sangat lama, ada banyak Kampung yang digabung menjadi satu desa dan ada pula perkampungan baru yang dibangun pemerintah bersama militer. Peristiwa tersebut menyebabkan banyak masyarakat yang lari ke hutan, dan sebagian lainnya mencari suaka di Papua Nugini (PNG) dan mengungsi ke luar negeri. Imbasnya sebagian besar Masyarakat Adat Kusang Syuglue Woi Yansu diberikan stigma terlibat dalam organisasi perjuangan Papua Merdeka (OPM) sehingga mengalami kekerasan pada masa tersebut. Pada akhir tahun 1980-an banyak masyarakat adat yang mulai keluar dari hutan dan membangun perkampungan.

Land Grabbing

Di periode yang sama yakni di tahun 1980-an terjadi land grabbing terhadap hak-hak tenurial masyarakat setempat. PT Yulem Sari, perusahaan kayu lapis dari Korea Selatan meminta izin ke kepala suku untuk mengambil sedikit pohon-pohon untuk membuka kebun dan cam ke kepala suku. Mereka lantas mulai beroperasi tahun 1984. Sang kepala suku mengizinkan karena yang dibutuhkan cuma lahan dalam jumlah sedikit, lantas di sana dibangun jalan dengan bantuan militer, yang juga berperan sebagai mandor proyek. Akan tetapi kesepakatan tersebut dilanggar. Kayu yang diambil meluas hingga menyebabkan beberapa kayu seperti Merbau (bahan pembuat rumah di sana) punah dan longsor terjadi dalam waktu 1 tahun perusahaan beroperasi. Sementara itu warga lokal hanya dibayar per kubik kayu dan dijadikan tenaga harian pengangkut dan pemotong kayu, padahal mereka merasa bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah adatnya. Akhirnya orang-orang di sana pun melawan dan perusahaan bisa keluar setelah setahun beroperasi.

Pembangunan sarana infrastruktur di masa pemerintahan Republik Indonesia baru mulai dirasakan pada tahun 1990-an sampai tahun 2000-an. Sejak pemerintah daerah Kabupaten Jayapura dimekarkan dan dipindahkan Ibukotanya di Sentani, pembangunan mulai dinikmati oleh masyarakat yang berada di Syuglue Woi Yansu, seperti adanya pembangunan jalan, jembatan, dan pusat sarana infrastruktur umum lainnya. Lahirnya UU Desa No.6 tahun 2014 memberikan harapan akan pembangunan yang berada di Kampung, walaupun perubahannya masih banyak belum sesuai harapan, namun secara bertahap pembangunan mulai semakin dirasakan oleh masyarakat.

Terciptanya struktur-struktur pemerintahan baru yang modern ini tetap tidak menghilangkan peran struktur lama. Buktinya alih tangan lahan masih harus menggunakan medium trang. Artinya jika ada transaksi lahan di dalam marga, maka trang harus mengadakan rapat adat bersama masyarakatnya terlebih dahulu untuk meminta persetujuan. Dengan demikian struktur tradisional yang sudah eksis sebelum kedatangan struktur modern seperti kampung dan negara masih eksis hingga sekarang.

Hak atas tanah dan pengelolaan Wilayah

Dwen : Merupakan kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan lindung, hutan penyangga, tempat berburu, pemanfaatan. Dengan tutupan lahan antara lain kayu besi (bat), matoa (smu), lenggua (begu), beringin (kung), bintanggor (itay), nibung (luim), dan berbagai jenis hewan di antaranya burubg kakatua raja (Lueyluay), kakatua putih (ibam), cendrawasih (nali), kasuari (isuali), taun-taun (saynabi), babi (nebo), kus-kus (bludasi).
Usu : merupakan area yang difungsikan sebagai kebun campuran, untuk berkebun, budidaya, dan kelola. Dengan beragam jenis tanaman antara lain keladi (lensi), singkong, bete (web), cabe (usum diswa), serei, pepaya (payo/pato), matoa (sam), kelapa (kim), cokelat, sukun (wlu), pinang (dakwit), sirih (siswa).
Hnya : merupakan area perkampungan yang difungsikan sebagai tempat tinggal, pemanfaatan pekarangan rumah, untuk menanam matoa, pinang, pisang, kelapa, dan sebagai tempat untuk sarana fasilitas umum dan sosial.
Dwot Nokon/Dwot Swaa : merupakan area hutan sagu, yang difungsikan sebagai tempat budidaya tanaman sagu, tempat berburu, dan kelola.
Bu tim : merupakan area sungai yang di manfaatkan sebagai tempat untuk mencari ikan, mencuci, mandi, dan juga sebagai sumber air minum, serta pemanfaatan.
 
Hak milik lahan di wilayah ini berada di tangan marga dibawah pengawasan dari seorang trang di masing-masing suku/marga. Batas-batas lahan antar warga didasarkan pada tanda alam seperti pohon, sungai, nama tempat, dusun sagu dan atau gorong-gorong. Dalam konteks politik lahan, trang tidak memiliki otoritas mutlak. Jika ada transaksi atau perpindahan lahan, trang berkewajiban mengadakan musyawarah di rumah adat. Jika disetujui oleh anggota masyarakatnya maka tanah tersebut baru bisa dialihtangankan. Berkenaan dengan warisan, di wilayah ini tanah diwariskan ke anak laki-laki. Untuk penjelasan lain yang lebih detail dan singkat, silakan baca tulisan di bawah ini.

Penguasaan tanah dan hutan berada pada seorang Trang di masing-masing marga.
Seluruh tanah telah dibagi ke dalam masing-masing keret, dan dikelola oleh seluruh keturunan (tang) dari masing-masing keret.
Masing-masing keret telah mempunyai wilayah kelola masing-masing yang telah dibagi secara turun temurun.
Blung (masyarakat), individu hanya mempunyai hak atas bangunan dan tanaman, tanah tetap menjadi milik keret.
Bgon Semlake (tanah darah) akibat kasus pembunuhan, tanah tersebut merupakan tanah menjadi hak milik pribadi atau kolektif keluarga korban, yang dimiliki secara sah atas dasar pelepasan adat sebagai bagian dari sanksi adat.
Bgon Tuan ; Merupakan hak milik berdasarkan pada pemilik pertama atas tanah, atau dengan istilah lain tuan tanah.
Tarek Cake ; Merupakan hak yang diperoleh sebagai hak kelola/garap.
Ibi Bgon ; Merupakan tanah yang di miliki secara komunal yang hanya dapat digunakan oleh anggota atau keturunan dari Klen/marga yang sama. Seperti pada tanah Ibi Bgon Dwotswa yang dimiliki oleh kaluarga Nasadit di Kampung Sawoi ataupun Ibi Bgon yang ada di pada Klen/marga Udam di Yansu.
Hak kepemilikan individu hanya dalam bentuk tanaman dan bangunan, tanah tetap menjadi milik keret.


Sistem Pengelolaan
Hak pengelolaan atas tanah telah dibagi berdasarkan pembagian dalam keret, seperti Trang tang, Digno Tang, Tegai tang, Bemei tang, dan Srom tang.
Dwen : Pengelolaannya secara kolektif di tanah milik masing-masing keret/marga, namun tetap di bawah pengawasan Trang di masing-masing klen/keret.
Usu : pengelolaannya secara individu, keluarga, klen/marga, namun tanah tetap menjadi milik komunal masing-masing keret/klen.
Hnya : Pengelolaannya individu dan juga marga, tanah tetap menjadi tanah komunal keret/klen.
Dwot Nokon/Dwot Swa : pengelolaannya dapat bersifat pribadi, keluarga, kelompok dan klen, sesuai pembagian yang telah ditetapkan oleh adat.
Bu Tim : Pengelolaannya secara kolektif oleh individu dan marga.
 

Kelembagaan Adat

Nama Dumtru
Struktur Trang Digno Tegai Bemei Srom Usu Dgu Yap Dgu Dasi Dgu Pla Dgu Sam Dgu Blung
Trang adalah seseorang dalam struktur adat yang mempunyai hak kesulungan, berfungsi sebagai pemegang kendali sistem pemerintahan dalam Kampung. Posisi seorang Trang sangat strategi dan merupakan tokoh penting, karena memiliki hubungan langsung dengan dunia roh dan sang pencipta. Trang mempunyai hak memberikan saran dan masukan, pengambilan keputusan, dalam mengangkat dan memberhentikan seorang Digno. Trang juga mempunyai hak atas seluruh sumber daya alam yang ada pada wilayah adat. Trang dapat mengawasi, membagi, dan melindungi setiap tanah dan wilayah kepada keturunan yang ada pada klen/marga. Trang juga sebagai salah satu yang membentuk dan menjalankan hukum adat disertai dengan nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku.
Digno merupakan kepala pemerintahan yang bertugas dan tanggung jawab untuk menata, menjalankan dan mengendalikan roda pemerintahan adat, melindungi dan mempertahankan keutuhan wilayah kekuasaan bersama Trang, mengayomi, mengatur kesejahteraan rakyat, politik, hukum, ekonomi dan sosial budaya, memiliki kepribadian yang bersifat perintah, larangan dan sanksi. Seorang Digno mempunyai ketenangan dalam menyelesaikan masalah. Digno mempunyai kewenangan dalam membatalkan keputusan adat menyangkut dengan pembunuhan. Seorang Digno dan Trang bertanggung jawab kepada seluruh blung yang ada di dalam Kampung jika terjadi perselisihan dan pembayaran ganti rugi.
Tegay mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam hubungan diplomasi baik dalam maupun di luar, memimpin sidang peradilan adat, membuka dan menutup rapat serta membuat laporan kepada Di’gno, bertugas menyampaikan informasi hasil keputusan rapat kepada blung. Tegay sebagai seorang juru bicara Digno dan Trang dalam pertemuan resmi jika Trang-Digno tidak hadir. Menjalankan apa yang menjadi perintah dari Trang dan Digno.
Bemey merupakan bendahara atau penyimpan, yang bertugas merawat harta benda benda adat. Serta diberikan wewenang untuk mengelola aset berupa tanah, hutan, dan sumber daya alam atas perintah Trang. Bemey mempunyai peran kunci dalam setiap pertemuan pembayaran adat. Kehadiran Bemey dalam setiap kali pembayaran baik sanksi adat, maupun pembayaran maskawin, dapat mengangkat harga diri klen/marga bersangkutan.
Srom adalah seseorang yang diberi tugas sebagai kepala rumah tangga untuk mengawal dan mengatur konsumsi serta mengontrol, dan membagi makanan serta melakukan do’a ucapan syukur kepada roh nenek moyang dan Tuhan dalam setiap upacara atau pesta adat. Dalam jamuan adat, seorang srom akan makan terlebih dahulu sebagai tanda bahwa makan aman untuk dimakan, kemudian memberikan kepada seluruh blung untuk dimakan. Srom mempunyai lima orang dengan masing-masing keterampilan atau kemampuan yang mereka miliki yaitu:
1. Usu Dgu sebagai bidang pertanian dan perkebunan
2. Yap Dgu, bidang pembangunan dan pemukiman.
3. Dasi Dgu, bidang peternakan (berburu).
4. Pla Dgu, bidang pertahanan dan keamanan (perang)
5. Sam Dgu, Bidang seni dan budaya.
6) Blung (Masyarakat). 
Dumtru: Proses pengambilan keputusan atas dasar Musyawarah dan Mufakat. Semua keputusan yang menyangkut dengan adat akan di putuskan melalui dumtru, kecuali dalam membuat kesepakatan untuk pembunuhan, hal ini tidak boleh diketahui oleh seorang Digno, oleh karena seorang Digno bertugas untuk melindungi masyarakat.
Dumtru dilaksanakan pada batu lingkaran, yang dihadiri oleh 5 orang perangkat adat. Dumtru merupakan pengambilan keputusan yang bersifat tertutup dan tidak dapat di hadiri oleh orang lain di luar 5 orang yang mempunyai kedudukan dalam struktur adat.
Hasil keputusan Dumtru akan disampaikan kepada masyarakat melalui Tegay.
Setiap hasil keputusan Dumtru bersifat final dan mengikat.
 

Hukum Adat

Ada tiga hukum dasar yang menjadi ketentuan dalam ketentuan adat, yaitu 1) Bugon (tanah), 2) Doibam (dusun sagu) dan 3) Kabung (perempuan). Ketika hukum dasar tersebut sanksi adatnya bisa dalam bentuk pembunuhan terhadap pelaku yang melanggar.
Dilarang berkebun di tanah milik keret lain atau marga lain. Apabila ada yang berkebun di tanah milik keret lain maka akan dikenakan sanksi adat berupa membayar denda, menggunakan menggunakan manik-manik 3 jenis : iwang (kuning), tow (hijau), ngoi sgliu (biru), dengan tomako batu.
Dalam pemberian sanksi adat, untuk hal umum, akan dikenakan teguran sebanyak tiga kali jika tidak diindahkan maka akan dikenakan sanksi adat.
 
Bugon: merupakan aturan adat yang menyangkut dengan sanksi adat atas tanah.
Dwot/Doibam: merupakan aturan yang menyangkut dengan masalah dalam dusun sagu, yang dapat bersifat pembunuhan atau pemberian tanah.
Kabung : merupakan aturan yang mengatur tentang larangan mengganggu istri orang.
Perkelahian dapat dikenakan sanksi adat berupa membayar denda dengan nilainya sesuai dengan besar kecilnya kasus.
Jika mencuri maka akan diberikan nasehat oleh digno dan diberikan makan untuk tidak diulangi. Jika pelanggaran kembali diulangi maka akan dikenakan sanksi berupa membayar denda sesuai dengan tuntutan korban.
 
Pada tanggal 30 Desember tahun 2020 terjadi kasus pembunuhan terhadap saudara perempuan marga Udam, yang melibatkan Kampung Yansu dengan Kampung Braso. Hasil keputusan adat Marga Bayram di Kampung Braso membayar denda adat kepada marga udam dengan harta benda adat berupa toma batu (uda kebum) 4 buah, sapi 4 ekor dan uang Rp. 100.000.000,-


 

Keanekaragaman Hayati

Jenis Ekosistem
Sumber  
Sumber Pangan Umbi-umbian: Yensi (keladi), Web (bete), Naning (syapu), Isya (ubi jalar), Kasbi (ketela pohon). Buah-buahan: Wudi (pisang), Sam (matoa), Wulu (sukun), Wawoi (mangga), Kim (kelapa), durian, dukuh, rambutan, Youli (jambu air), Dakwit (pinang) Siswa (sirih). Kacang-kacangan: Yentigli (kacang kecipir), Kacang panjang, kacang tanah. Daging: Nembu (babi), Isuali (kasuari), Rusa, Sia (lao-lao), Wosu (kanguru pohon), Bludasi (kusu-kus pohon).
Sumber Kesehatan & Kecantikan Damli: diambil buahnya berwarna merah untuk melukis wajah dan bagian tubuh lain. Arang dan pala hutan: getahnya digunakan untuk menghiasi wajah dengan cara dilukis. Nukwoi: digunakan buahnya untuk membuat pewarna dan hiasan dalam ukiran dan digunakan dalam pesta adat. Weng merupakan tanah liat yang digunakan untuk membersihkan rambut dari ketombe atau berkutu.
Papan dan Bahan Infrastruktur Ibla: daun sagu yang digunakan sebagai atap rumah. Kasu: kerangka rumah yang terbuat dari ikulaf (nibun). Kop: bantalan kayu untuk menyusun kerangka rumah terbuat dari semua jenis kayu. Usum Iskawon: bantalan tarik untuk kerangka rumah, terbuat dari kayu besi, kayu matoa dan sebagainya. Dabi don: rem balok pada tiang rumah untuk merekatkan tiang utama. Klawason: bantalan tiang tengah. Nugon: tiang utama dengan posisi di tengah. Duwang unen: tiang penyangga berukuran kecil yang berada di samping. Ding kabi: tiang kecil yang digunakan untuk menyangga nugon dan duwang unen. Iklap: lantai rumah yang terbuat dari nibun. Ding: dinding rumah yang terbuat dari pelepah sagu.
Sumber Sandang Kayu sou: digunakan kulitnya untuk menganyam pakaian. Klong: kulitnya digunakan untuk membuat pakaian. Kutep: jenis tali yang digunakan untuk perhiasan seperti gelang (tatuk). Dalom: diambil kulitnya untuk menganyam tas (noken). Dipak sam: merupakan topi yang terbuat dari burung cendrawasih untuk digunakan pada saat acara adat.
Sumber Rempah-rempah & Bumbu Tom beb: merupakan air asin (garam) yang keluar dari tanah, digunakan untuk memberi rasa asin pada masakan.
Sumber Pendapatan Ekonomi Cokelat, Vanili, Kelapa, Pisang, Umbi-umbian, Sayur mayur, Matoa, Sagu dan sebagainya.

Kebijakan

No Judul/Title Nomor Tentang Kategori Tipe Kategori Dokumen
1 SK Bupati Jayapura no 188.4/266 Tahun 2018 Tentang Pembentukan Tim Gugus Tugas Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura 188.4/266 Tahun 2018 SK Bupati Jayapura no 188.4/266 Tahun 2018 Tentang Pembentukan Tim Gugus Tugas Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura SK Bupati/Kepala Daerah Daerah  Dokumen
2 2022 SK PENETAPAN KUSANG SYUGLUE WOI YANSU DISTRIK KEMTUK GRESI KAB JAYAPURA SK.8032/MENLHK-PSKL/ PKTHA/PSL. 1/10/2022 2022 SK PENETAPAN KUSANG SYUGLUE WOI YANSU DISTRIK KEMTUK GRESI KAB JAYAPURA SK Menteri Nasional  Dokumen
3 Perda Kab Jayapura no 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat 8 Tahun 2016 Perda Kab Jayapura no 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat Perda Kabupaten/Kota Daerah  Dokumen
4 Perda Kabupaten Jayapura Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat 8 Tahun 2018 Perda Kabupaten Jayapura Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Perda Kabupaten/Kota Daerah  Dokumen
5 SK Bupati Jayapura Nomor 188.4/435 Tahun 2022 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat Sawoi Hnya Kampung Sawoi 188.4/435 Tahun 2022 SK Bupati Jayapura Nomor 188.4/435 Tahun 2022 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat Sawoi Hnya Kampung Sawoi SK Bupati/Kepala Daerah Daerah  Dokumen
6 Perda Provinsi Papua No 5 Tahun 2022 Tentang PPMHA. di Provinsi Papua 5 Tahun 2022 Perda Provinsi Papua No 5 Tahun 2022 Tentang PPMHA. di Provinsi Papua Perda Provinsi Daerah  Dokumen
7 Perda Provinsi Papua No 3 Tahun 2022 Tentang Kampung Adat 3 Tahun 2022 Perda Provinsi Papua No 3 Tahun 2022 Tentang Kampung Adat Perda Provinsi Daerah  Dokumen